Tanggamus - Harapan untuk menghentikan penangkapan ikan secara ilegal akan terpenuhi jika ada kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan aparat keamanan di Provinsi Lampung dalam mengatasinya.
Untuk meminimalkan tindakan ilegal dalam menangkap ikan, seperti pengeboman dan penggunaan pukat cincin, kini dibangun pos pengamat serta dibentuk kelompok pengawas dan forum gabungan konservasi ekosistem di perairan Teluk Lampung, seperti di pesisir Semaka Tanggamus.
Sekretaris Forum Gabungan (Forgab) Konservasi Kabupaten Tanggamus, Herman Hermawan, mengatakan menjaga kelestarian ekosistem dari tindakan tidak bertanggung jawab harus ditanggulangi intensif dengan dukungan seluruh elemen masyarakat.
Ia menyebutkan hal tersebut dilakukan sebagai upaya meningkatkan daya tarik wisata di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Tanggamus.
"Ekosistem ini tentunya tidak hanya biota laut seperti lumba-lumba yang banyak terdapat di Teluk Kiluan," kata dia.
Menurut dia, sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan sehingga perlu terus dilakukan pemeliharaannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah itu.
"Kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya itu pada dasarnya merupakan bagian dari 'millenium development goal's," kata dia.
Ia menyebutkan, semakin sadarnya masyarakat menjaga ekosistem, termasuk lumba-lumba dan penyu hijau, maka perlu terus diupayakan pelestariannya di lapangan.
"Konservasi perairan laut dimaksudkan untuk memberdayakan seluruh potensi yang ada di kawasan, di antaranya populasi lumba-lumba hidung botol dan paruh panjang serta hutan mangrove (bakau), kebersihan pantai, dan sumber daya hayati lainnya," katanya.
Ia menyebutkan, beberapa bulan lalu terdapat laporan terkait adanya lumba-lumba yang mati akibat terdampar, dan terdapat luka-luka di tubuh ikan itu yang dikarenakan goresan jaring nelayan.
"Laporan itu harus ditindaklanjuti untuk mencegah terulangnya kejadian itu demi melestarikan ikon Kabupaten Tanggamus itu," kata Kepala Bappeda Kabupaten Tanggamus itu.
Ia berharap dengan adanya forum atau wadah lintas sektoral yang terdiri atas beberapa satuan kerja, kepolisian serta TNI AL, dapat mewujudkan tujuan konservasi ekosistem di wilayah tersebut.
Pengeboman ikan
Sejumlah nelayan di Pekon Kiluannegeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung mengeluhkan masih kerap terjadi pengeboman ikan dan "illegal fishing" di daerah itu.
"Pengeboman ikan di sekitar perairan Teluk Semaka masih sering terjadi, yakni penangkapan ikan dengan cara mengebom sehingga merusak ekosistem laut, terutama di wilayah karang berak," kata Kadek, Kepala Pekon Kiluannegeri Tanggamus.
Menurutnya, pelaku pengeboman ikan tersebut bukan merupakan warga atau nelayan di daerah itu, namun lebih banyak nelayan dari daerah lainnya.
"Masih banyaknya nelayan yang menggunakan bom saat menangkap ikan akan mempengaruhi keberadaan biota laut di sekitarnya," kata dia.
Ia menyebutkan, bom ikan tersebut akan membunuh ikan kecil lainnya sehingga untuk beberapa pekan lamanya akan sulit ditemukan ikan di daerah itu.
Dengan demikian, ia menambahkan, yang akan mengalami kerugian adalah nelayan tradisional setempat.
"Pelaku pengeboman biasanya bukan berasal dari sekitar Teluk Kiluan dan Teluk Semaka, melainkan lebih banyak dari Teluk Lampung dan Pulau Jawa," ujar dia menerangkan.
Hal senada dikatakan nelayan lainnya, Suluhan.
Banyak nelayan baik dari Telukbetung atau dari luar Lampung yang menggunakan bom saat mencari ikan di daerah itu.
"Bom akan menyebabkan biota laut, ikan kecil dan terumbu karang tempat hidup hewan itu tinggal, akan rusak," katanya.
Rusdi, salah seorang nelayan di daerah itu, mengharapkan pihak keamanan meningkatkan patroli di laut karena masik banyak nelayan nakal yang menggunakan bom saat menangkap ikan.
"Kami bingung harus melapor kemana saat ada pelaku pengeboman karena kalau mesti ke darat maka nelayan itu pasti sudah tidak ada," kata dia.
Ia berharap ada pos pengamanan yang siap siaga pada saat dihubungi oleh nelayan di daerah ini agar tidak ada lagi pelaku pengeboman yang tidak terjerat hukum.
Kapal penangkap ikan jenis purse sein (pukat cincin) juga menjadi salah satu pendukung kepunahan ikan lumba-lumba di Teluk Kiluan Kabupaten Tanggamus.
"Beberapa pekan lalu ada lumba-lumba yang mati dan di sekujur tubuhnya banyak terdapat luka luka akibat jaring nelayan dan diperkirakan akibat jaring pursein milik nelayan di luar daerah ini," ujar Suluhan, Ketua Pokmaswas Teluk Kiluan, Pekon Kiluannegeri di Tanggamus.
"Mungkin, saat ikan lumba-lumba itu terjerat oleh jaring pukat cincin milik nelayan, namun karena tidak bisa keluar dibiarkan saja hingga keseluruhan jaring diangkat ke atas untuk diambil hasil tangkapannya," kata dia.
Ia berharap ada aturan yang jelas agar keberadaan kapal tersebut tidak lagi beroperasi di sekitar Teluk Kiluan sehingga tak ada lagi lumba-lumba yang mati.
Ketua Yayasan Ekowisata CIKAL Lampung, Ricko Stevanus, mengatakan, kejadian matinya lumba-lumba di kawasan Teluk Kiluan beberapa pekan lalu bukan yang pertama dan semua penyebabnya memiliki kesamaan.
"Kemungkinan besar hewan laut itu mati karena terperangkap jaring purse sein. Jaring dari kapal tersebut diberi cahaya lampu untuk menarik kedatangan ikan," kata dia.
Setelah itu, ia melanjutkan, tidak diduga lumba-luma masuk dalam jaring karena tertarik dengan cahaya tersebut, hingga akhirnya ditarik bersamaan ikan lainnya yang diburu nelayan.
"Pada saat lumba-lumba masuk dalam perangkap itu, nelayan tentunya tidak mau terjun ke laut untuk membebaskan ikan malang tersebut, ikan yang terangkut jaring kapal ini akan mengalami luka cukup serius sehingga menyebabkan kematiannya," ujar dia.
Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah daerah di Lampung dapat bersikap tegas dalam melestarikan ekosistem di daerahnya masing-masing. (antara)
Untuk meminimalkan tindakan ilegal dalam menangkap ikan, seperti pengeboman dan penggunaan pukat cincin, kini dibangun pos pengamat serta dibentuk kelompok pengawas dan forum gabungan konservasi ekosistem di perairan Teluk Lampung, seperti di pesisir Semaka Tanggamus.
Sekretaris Forum Gabungan (Forgab) Konservasi Kabupaten Tanggamus, Herman Hermawan, mengatakan menjaga kelestarian ekosistem dari tindakan tidak bertanggung jawab harus ditanggulangi intensif dengan dukungan seluruh elemen masyarakat.
Ia menyebutkan hal tersebut dilakukan sebagai upaya meningkatkan daya tarik wisata di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Tanggamus.
"Ekosistem ini tentunya tidak hanya biota laut seperti lumba-lumba yang banyak terdapat di Teluk Kiluan," kata dia.
Menurut dia, sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan sehingga perlu terus dilakukan pemeliharaannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah itu.
"Kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya itu pada dasarnya merupakan bagian dari 'millenium development goal's," kata dia.
Ia menyebutkan, semakin sadarnya masyarakat menjaga ekosistem, termasuk lumba-lumba dan penyu hijau, maka perlu terus diupayakan pelestariannya di lapangan.
"Konservasi perairan laut dimaksudkan untuk memberdayakan seluruh potensi yang ada di kawasan, di antaranya populasi lumba-lumba hidung botol dan paruh panjang serta hutan mangrove (bakau), kebersihan pantai, dan sumber daya hayati lainnya," katanya.
Ia menyebutkan, beberapa bulan lalu terdapat laporan terkait adanya lumba-lumba yang mati akibat terdampar, dan terdapat luka-luka di tubuh ikan itu yang dikarenakan goresan jaring nelayan.
"Laporan itu harus ditindaklanjuti untuk mencegah terulangnya kejadian itu demi melestarikan ikon Kabupaten Tanggamus itu," kata Kepala Bappeda Kabupaten Tanggamus itu.
Ia berharap dengan adanya forum atau wadah lintas sektoral yang terdiri atas beberapa satuan kerja, kepolisian serta TNI AL, dapat mewujudkan tujuan konservasi ekosistem di wilayah tersebut.
Pengeboman ikan
Sejumlah nelayan di Pekon Kiluannegeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung mengeluhkan masih kerap terjadi pengeboman ikan dan "illegal fishing" di daerah itu.
"Pengeboman ikan di sekitar perairan Teluk Semaka masih sering terjadi, yakni penangkapan ikan dengan cara mengebom sehingga merusak ekosistem laut, terutama di wilayah karang berak," kata Kadek, Kepala Pekon Kiluannegeri Tanggamus.
Menurutnya, pelaku pengeboman ikan tersebut bukan merupakan warga atau nelayan di daerah itu, namun lebih banyak nelayan dari daerah lainnya.
"Masih banyaknya nelayan yang menggunakan bom saat menangkap ikan akan mempengaruhi keberadaan biota laut di sekitarnya," kata dia.
Ia menyebutkan, bom ikan tersebut akan membunuh ikan kecil lainnya sehingga untuk beberapa pekan lamanya akan sulit ditemukan ikan di daerah itu.
Dengan demikian, ia menambahkan, yang akan mengalami kerugian adalah nelayan tradisional setempat.
"Pelaku pengeboman biasanya bukan berasal dari sekitar Teluk Kiluan dan Teluk Semaka, melainkan lebih banyak dari Teluk Lampung dan Pulau Jawa," ujar dia menerangkan.
Hal senada dikatakan nelayan lainnya, Suluhan.
Banyak nelayan baik dari Telukbetung atau dari luar Lampung yang menggunakan bom saat mencari ikan di daerah itu.
"Bom akan menyebabkan biota laut, ikan kecil dan terumbu karang tempat hidup hewan itu tinggal, akan rusak," katanya.
Rusdi, salah seorang nelayan di daerah itu, mengharapkan pihak keamanan meningkatkan patroli di laut karena masik banyak nelayan nakal yang menggunakan bom saat menangkap ikan.
"Kami bingung harus melapor kemana saat ada pelaku pengeboman karena kalau mesti ke darat maka nelayan itu pasti sudah tidak ada," kata dia.
Ia berharap ada pos pengamanan yang siap siaga pada saat dihubungi oleh nelayan di daerah ini agar tidak ada lagi pelaku pengeboman yang tidak terjerat hukum.
Kapal penangkap ikan jenis purse sein (pukat cincin) juga menjadi salah satu pendukung kepunahan ikan lumba-lumba di Teluk Kiluan Kabupaten Tanggamus.
"Beberapa pekan lalu ada lumba-lumba yang mati dan di sekujur tubuhnya banyak terdapat luka luka akibat jaring nelayan dan diperkirakan akibat jaring pursein milik nelayan di luar daerah ini," ujar Suluhan, Ketua Pokmaswas Teluk Kiluan, Pekon Kiluannegeri di Tanggamus.
"Mungkin, saat ikan lumba-lumba itu terjerat oleh jaring pukat cincin milik nelayan, namun karena tidak bisa keluar dibiarkan saja hingga keseluruhan jaring diangkat ke atas untuk diambil hasil tangkapannya," kata dia.
Ia berharap ada aturan yang jelas agar keberadaan kapal tersebut tidak lagi beroperasi di sekitar Teluk Kiluan sehingga tak ada lagi lumba-lumba yang mati.
Ketua Yayasan Ekowisata CIKAL Lampung, Ricko Stevanus, mengatakan, kejadian matinya lumba-lumba di kawasan Teluk Kiluan beberapa pekan lalu bukan yang pertama dan semua penyebabnya memiliki kesamaan.
"Kemungkinan besar hewan laut itu mati karena terperangkap jaring purse sein. Jaring dari kapal tersebut diberi cahaya lampu untuk menarik kedatangan ikan," kata dia.
Setelah itu, ia melanjutkan, tidak diduga lumba-luma masuk dalam jaring karena tertarik dengan cahaya tersebut, hingga akhirnya ditarik bersamaan ikan lainnya yang diburu nelayan.
"Pada saat lumba-lumba masuk dalam perangkap itu, nelayan tentunya tidak mau terjun ke laut untuk membebaskan ikan malang tersebut, ikan yang terangkut jaring kapal ini akan mengalami luka cukup serius sehingga menyebabkan kematiannya," ujar dia.
Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah daerah di Lampung dapat bersikap tegas dalam melestarikan ekosistem di daerahnya masing-masing. (antara)
Posting Komentar